tebu sebagai bahan alternatif pengganti bbm
Bioetanol
merupakan etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi.
Pembuatan etanol hasil fermentasi telah dilakukan sejak zaman dahulu yang dapat
ditemukan pada minuman beralkohol seperti sake, arak, anggur, wine, dan
minuman memabukan lainnya. Selain sebagai minuman memabukan, bioetanol juga
digunakan sebagai campuran pada bahan bakar kendaraan.
Saat ini, penggunaan bioetanol
sebagai bahan bakar menjadi sangat penting. Semakin sedikitnya sumber energi
fosil yang ada dibumi dan semakin tingginya pencemaran lingkungan menjadi
faktor utama dibutuhkannya energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Penggunaan bioetanol menjadi bahan bakar kendaraan dapat menjadi sebuah
alternatif yang aman, karena sumbernya berasal dari tumbuhan dan dapat
mengurangi pencemaran lingkungan.
Meskipun memiliki berbagai
keuntungan, produksi bioetanol juga dapat menimbulkan masalah. Bahan baku pembuatan bioetanol
seperti tebu, jagung, dan singkong merupakan tanaman pangan yang banyak
dikonsumsi masyarakat. Jika lahan tanaman pangan tersebut dialihkan menjadi
lahan produksi bioetanol, maka produksi pangan akan menurun sehingga harganya
menjadi naik.
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan baku berupa biomassa. Pabrik Bioetanol dari
ampas tebu dengan proses pembuatan secara hidrolisis enzimatis dan co
-fermentasi ini direncanakan berdiri tahun 2015 di Malang dengan kapasitas
produksi 130.000 ton/tahun. Tahap pertama pada proses pembuatan bioetanol ini
adalah pemecahan ikatan lignin serta konversi hemiselulosa menjadi xylosa
menggunakan katalis H2SO4 1,5% pada suhu 190 oC dan tekanan 13 bar. Tahap kedua
adalah proses hidrolisa selulosa menjadi glukosa dengan biokatalis enzim
celulase sebanyak 12 FPU/gram selulosa pada suhu 65 oC. Tahap ketiga adalah
proses fermentasi glukosa dan xylosa menggunakan bakteri Zymomonas Mobilis pada
suhu 32 oC selama 48 jam. Tahap keempat yaitu pemurnian bioetanol melalui
proses distilasi dan dehidrasi dengan molecular sieve untuk menghasilkan
bioetanol 99,6 %. Pabrik bioetanol ini beroperasi selama 24 jam/hari dengan
masa kerja 330 hari/tahun. Bahan baku
yang digunakan adalah ampas tebu sebanyak 1.492.400 kg/hari dengan bahan
pembantu H2SO4, Ca(OH)2, H3PO4, (NH4)2SO4, Z.Mobilis, dan antifoam. Produk
utama yang dihasilkan berupa bioetanol dengan limbah berupa CO2, lignin,
gypsum, dan biomass.
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Ketersediaannya yang cukup
melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses
konversi, baik proses fisika, kimia maupun biologis. Salah satu proses konversi
bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah proses konversi lignoselulosa
menjadi etanol yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar
bensin untuk keperluan transportasi. Ada
beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya dilakukan penelitian
pemanfaatan bahan lignoselulosa menjadi sumber energi, dalam hal ini etanol.
Pertama, kebutuhan dan konsumsi energi terus meningkat dari tahun ke tahun,
sementara sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi makin terkuras karena
sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yangtidak
terbarukan, seperti minyak, gas, dan batu bara. Kedua, bioetanol memiliki
karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin karena dapat
meningkatkan efisiensi pembakaran (Hambali et al. 2007) dan mengurangi
emisi gas rumah kaca (Costello dan Chum 1998; DiPardo 2000; Kompas 2005;
Hambali et al. 2007). Ketiga, bahan lignoselulosa tersedia cukup
melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga
penggunaannyamsebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan. Di
samping itu, etanol juga merupakan bahan kimia yang banyak fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar terus berkembang.
Menurut Licht (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar etanol mencapai
4.972 juta galon (setara 18.819 juta liter), dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 17.524 juta galon (setara 66.328 juta liter). Namun, biaya produksi
etanol sebagai sumber energi masih relatif tinggi dibandingkan dengan biaya
produksi bahan bakar minyak. Saat ini, biaya produksi etanol dari selulosa
diperkirakan antara USD1,15 dan USD1,43 per galon atau per 3,785 liter (DiPardo
2000). Namun, dengan meningkatnya harga minyak bumi yang cukup tinggi
akhir-akhir ini diharapkan etanol dapat semakin bersaing dengan bahan bakar
minyak.
Etanol dari tebu bukan hanya bisa diperoleh dari
tetes tetapi juga bisa berasal dari ampas (bagasse) dan daun. Ini sekaligus
untuk menepis kritik soal etika berkaitan persaingan penggunaan sumber pangan
dan energi. Pengunaan bahanbahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol
seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai
banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan. Nah, kalau kembali ke
tebu, maka hal tersebut bisa dihindari. Ampas (32% tebu) dan trash (14% tebu)
merupakan senyawa lignoselulosa. Lignoselulosa dipecah menjadi selulosa, lignin
dan hemiselulosa. Selulosa diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol.
Selulosa didegradasi menjadi silosa yang bisa diubah lebih lanjut menjadi
silitol (silitol merupakan pemanis alternatif yang baik bagi kesehatan karena
berkalori rendah dan tidak merusak gigi). Dengan cara ini, produksi etanol per
ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat. Bila hanya mengandalkan tetes, produksi
etanol per ha tebu kira-kira 1.200 liter. Dengan konversi ampas dan trash akan
dihasilkan lebih dari 2.500 liter etanol per ha.
Bioetanol
telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam
minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur
9000 tahun dari China
bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia
prasejarah dari masa Neolitik.
Pembuatan Bioetanol dengan Cara Fermentasi
Dalam
proses fermentasi etanol digunakan ragi. Ragi ini dapat mengubah glukosa
menjadi alkohol dan gas CO2. Ragi merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak
berklorofil dan termasuk golongan eumycetes. Dari golongan ini dikenal beberapa
jenis, antara lain Saccharomyces anamenesis, Schizosaccharomyces pombe dan
Saccharomyces cerevisiae. Masing-masing mempunyai kemampuan memproduksi alkohol
yang berbeda.
Syarat-syarat yang dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi, adalah:
Syarat-syarat yang dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi, adalah:
1. Cepat berkembang biak.
2. Tahan terhadap alkohol tinggi.
3. Tahan terhadap suhu tinggi.
4. Mempunyai sifat yang stabil.
5. Cepat mengadakan adaptasi
terhadap media yang difermentas.
Untuk
itu dalam penggunaan digunakan ragi digunakan ragi tape. Karena dalam ragi tape
terdapat jenis khamir Saccharomyces cereviae, yang mempunyai pertumbuhan
sempurna pada suhu + 30oC dan pH 4,8. Selain itu pada ragi tape terdapat
mikroorganisme yang pada kondisi anaerob akan menghasilkan enzim amilase dan
enzim amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam penguraian
karbohidrat menjadi glukosa dan maltosa.
Proses pembuatan etanol tergantung bahan bakunya. Bahan yang mengandung gula biasanya tidak atau sedikit saja memerlukan pengolahan pendahuluan . Tetapi bahan-bahan yang mengandung pati atau selulosa harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi gula, yaitu menjadi gula yang dapat difermentasikan. Pada ampas tebu terkandung karbohidrat jenis selulosa. Maka dari itu untuk bisa memperoleh etanol dari ampas tebu terlebih dahulu selulosa harus dihidrolisa. Untuk menghidrolisa selulosa dapat dilakukan dengan cara memanaskannya dengan air. Karena air tedapat H+ yang mampu menghidrolisis selulosa, namun untuk mendapatkan hasil yang sempurna bisa ditambahkan enzim yang biasa digunakan untuk penguraian karbohidrat. Jika telah didapatkan selulosa yang terhidrolisa dari bahan yang digunakan, fermentasi dapat dilakukan dan membutuhkan waktu sekurangnya tujuh hari untuk mendapatkan etanol. Dan kondisi fermentasi harus benar-benar dalan keadaan anaerob.
Pada prisipnya reaksi dalam proses pembuatan etanol dengan fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 → C2H5OH + CO2
Monosakariada etanol gas karbon dioksida
Destilasi
Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah , dan itu perlu dinaikkan kosentersinya dengan jalan destilasi. Maksud dari proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda suhu didihnya, destilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 100oC dan etanol pada sekitar 77oC. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: Jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini dinginkan (dikondensasi), maka kosentrasi etanol dalam cairan yang terkondensasikan, maka kosentrasi etanol akan lebih tinggi. Kadar Asam Asetat Keasaman sebagai CH3COOH adalah parameter jumlah total keasaman yang terdapat dalam bahan bakar etanol pada kosentrasi rendah (<0,05%). Keasaman tersebut bisa berasal dari kontaminasi atau penguraian (oksidasi) etanol selama penyimpanan, distribusi dan pembuatan etanol. Larutan encer asam organik yang mempunyai berat molekul rendah, seperti asam asetat, sangat korosif . Asam asetat memiliki beberapa nama antara lain asam etanoat, vinegar (mengandung minimal 4 gram asam asetat per 100 larutan), atau asam cuka. Asam asetat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat. Rumus molekul dari asam asetat adalah C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat memiliki sifat antara lain (Perry, 1999):
Proses pembuatan etanol tergantung bahan bakunya. Bahan yang mengandung gula biasanya tidak atau sedikit saja memerlukan pengolahan pendahuluan . Tetapi bahan-bahan yang mengandung pati atau selulosa harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi gula, yaitu menjadi gula yang dapat difermentasikan. Pada ampas tebu terkandung karbohidrat jenis selulosa. Maka dari itu untuk bisa memperoleh etanol dari ampas tebu terlebih dahulu selulosa harus dihidrolisa. Untuk menghidrolisa selulosa dapat dilakukan dengan cara memanaskannya dengan air. Karena air tedapat H+ yang mampu menghidrolisis selulosa, namun untuk mendapatkan hasil yang sempurna bisa ditambahkan enzim yang biasa digunakan untuk penguraian karbohidrat. Jika telah didapatkan selulosa yang terhidrolisa dari bahan yang digunakan, fermentasi dapat dilakukan dan membutuhkan waktu sekurangnya tujuh hari untuk mendapatkan etanol. Dan kondisi fermentasi harus benar-benar dalan keadaan anaerob.
Pada prisipnya reaksi dalam proses pembuatan etanol dengan fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 → C2H5OH + CO2
Monosakariada etanol gas karbon dioksida
Destilasi
Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah , dan itu perlu dinaikkan kosentersinya dengan jalan destilasi. Maksud dari proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda suhu didihnya, destilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 100oC dan etanol pada sekitar 77oC. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: Jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini dinginkan (dikondensasi), maka kosentrasi etanol dalam cairan yang terkondensasikan, maka kosentrasi etanol akan lebih tinggi. Kadar Asam Asetat Keasaman sebagai CH3COOH adalah parameter jumlah total keasaman yang terdapat dalam bahan bakar etanol pada kosentrasi rendah (<0,05%). Keasaman tersebut bisa berasal dari kontaminasi atau penguraian (oksidasi) etanol selama penyimpanan, distribusi dan pembuatan etanol. Larutan encer asam organik yang mempunyai berat molekul rendah, seperti asam asetat, sangat korosif . Asam asetat memiliki beberapa nama antara lain asam etanoat, vinegar (mengandung minimal 4 gram asam asetat per 100 larutan), atau asam cuka. Asam asetat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat. Rumus molekul dari asam asetat adalah C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat memiliki sifat antara lain (Perry, 1999):
1. Berat molekul 60,05.
2. Berupa cairan jernih (tidak berwarna).
3. Berbau khas.
4. Mudah larut dalam air, alkohol, dan eter.
5. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah (korosif).
6. Asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16,7°C, sedikit di bawah suhu ruang.
7. Mempunyai titik didih 118,1 oC.
8. Mempunyai titik beku 16,7 oC.
9. Spesific grafity 1,049.
2. Berupa cairan jernih (tidak berwarna).
3. Berbau khas.
4. Mudah larut dalam air, alkohol, dan eter.
5. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah (korosif).
6. Asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16,7°C, sedikit di bawah suhu ruang.
7. Mempunyai titik didih 118,1 oC.
8. Mempunyai titik beku 16,7 oC.
9. Spesific grafity 1,049.
Teknologi
ini pantas ada untuk dikembangkan karena krisis energi dunia pada paruh
kedua tahun ini yang tergolong parah dan melanda seluruh negara di dunia telah
membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal
tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini dengan
sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai
alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga
timbul karena semakin besarnya perhatian negara-negara dunia pada persoalan
lingkungan hidup akibat pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas
buang penggunaan fosil energi. Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable
dan dampak penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari
penggunaan fosil energi selama ini.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius
akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil, sementara
pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat perhatian.
Sesungguhnya potensi Indonesia
untuk mengembangkan bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun biodisel.
Salah satu
potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu. Dengan asumsi
80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data teknis di Brazil) dan
produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu
dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat
mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4 milyar liter),
maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu seluas 522
ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat
disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data
survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu
terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping potensi arael existing industry seluas
420 ribu ha (areal tebu Indonesia
tahun 1993/1994)
Nilai tambah bagi proses pembuatan ini adalah pemanfaatan bioetanol sangatlah luas. Tak
heran permintaannya pun sangat tinggi di antaranya sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor hingga kompor ramah lingkungan. Selain itu, bioetanol juga
diperlukan industri kosmetik, minuman, farmasi, dan parfum.
Pembuatan bioetanol merupakan teknologi sederhana
dengan mesin sederhana berkapasitas 20-200 liter, tebu atau singkong dapat
diolah menjadi bioetanol. Selain dijadikan sebagai pengganti bahan bakar alkohol
jenis etanol juga digunakan sebagai minuman yang sering dikenal dengan minuman
beralkohol, tentunya etanol juga digunakan sebagai bahan kimia dilaboratorium
yang banyak digunakan sebagai pelarut organik, didalam bidang klinis juga
banyak digunakan (Harahap,2003). Diluar dari hal tersebut fungsi etanol
dijadikan gasohol adalah:
1.Sebagai octane booster, artinya mampu menaikkan nilai
oktan dengan dampak positif terhadap efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan
mesin.
2.Sebagai oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakar dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara.
3.Sebagai fuel extender, yaitu menghemat bahan bakar fosil.
2.Sebagai oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakar dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara.
3.Sebagai fuel extender, yaitu menghemat bahan bakar fosil.
Pembuatan bioetanol ini dapat dilakukan oleh
semua kalangan masyarakat, karena proses pembuatan bioetanol dari kulit tebu
ini tidak terlalu sulit dan alat-alat yang digunakan mudah didapatkan dan
banyak tersedia serta Biaya untuk memproduksi bioetanol berbahan baku singkong berkisar
Rp3.400-Rp4.000 per liter.
Masyarakat dapat melakukannya sendiri dan mengolahnya sendiri. Masyarakat juga
dapat langsung memproduksi dan memasarkan sendiri bioetanol ini.