Kamis, 27 Juni 2013

cara membuat energi alternatif bbm dari tumbuhan tebu

 tebu sebagai bahan alternatif pengganti bbm



            Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi. Pembuatan etanol hasil fermentasi telah dilakukan sejak zaman dahulu yang dapat ditemukan pada minuman beralkohol seperti sake, arak, anggur, wine, dan minuman memabukan lainnya. Selain sebagai minuman memabukan, bioetanol juga digunakan sebagai campuran pada bahan bakar kendaraan.
Saat ini, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar menjadi sangat penting. Semakin sedikitnya sumber energi fosil yang ada dibumi dan semakin tingginya pencemaran lingkungan menjadi faktor utama dibutuhkannya energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan bioetanol menjadi bahan bakar kendaraan dapat menjadi sebuah alternatif yang aman, karena sumbernya berasal dari tumbuhan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Meskipun memiliki berbagai keuntungan, produksi bioetanol juga dapat menimbulkan masalah. Bahan baku pembuatan bioetanol seperti tebu, jagung, dan singkong merupakan tanaman pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Jika lahan tanaman pangan tersebut dialihkan menjadi lahan produksi bioetanol, maka produksi pangan akan menurun sehingga harganya menjadi naik.
            Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan baku berupa biomassa. Pabrik Bioetanol dari ampas tebu dengan proses pembuatan secara hidrolisis enzimatis dan co -fermentasi ini direncanakan berdiri tahun 2015 di Malang dengan kapasitas produksi 130.000 ton/tahun. Tahap pertama pada proses pembuatan bioetanol ini adalah pemecahan ikatan lignin serta konversi hemiselulosa menjadi xylosa menggunakan katalis H2SO4 1,5% pada suhu 190 oC dan tekanan 13 bar. Tahap kedua adalah proses hidrolisa selulosa menjadi glukosa dengan biokatalis enzim celulase sebanyak 12 FPU/gram selulosa pada suhu 65 oC. Tahap ketiga adalah proses fermentasi glukosa dan xylosa menggunakan bakteri Zymomonas Mobilis pada suhu 32 oC selama 48 jam. Tahap keempat yaitu pemurnian bioetanol melalui proses distilasi dan dehidrasi dengan molecular sieve untuk menghasilkan bioetanol 99,6 %. Pabrik bioetanol ini beroperasi selama 24 jam/hari dengan masa kerja 330 hari/tahun. Bahan baku yang digunakan adalah ampas tebu sebanyak 1.492.400 kg/hari dengan bahan pembantu H2SO4, Ca(OH)2, H3PO4, (NH4)2SO4, Z.Mobilis, dan antifoam. Produk utama yang dihasilkan berupa bioetanol dengan limbah berupa CO2, lignin, gypsum, dan biomass.
            Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan, menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses konversi, baik proses fisika, kimia maupun biologis. Salah satu proses konversi bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah proses konversi lignoselulosa menjadi etanol yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin untuk keperluan transportasi. Ada beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya dilakukan penelitian pemanfaatan bahan lignoselulosa menjadi sumber energi, dalam hal ini etanol. Pertama, kebutuhan dan konsumsi energi terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi makin terkuras karena sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yangtidak terbarukan, seperti minyak, gas, dan batu bara. Kedua, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran (Hambali et al. 2007) dan mengurangi emisi gas rumah kaca (Costello dan Chum 1998; DiPardo 2000; Kompas 2005; Hambali et al. 2007). Ketiga, bahan lignoselulosa tersedia cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannyamsebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan. Di samping itu, etanol juga merupakan bahan kimia yang banyak fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
            Penggunaan etanol sebagai bahan bakar terus berkembang. Menurut Licht (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar etanol mencapai 4.972 juta galon (setara 18.819 juta liter), dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 17.524 juta galon (setara 66.328 juta liter). Namun, biaya produksi etanol sebagai sumber energi masih relatif tinggi dibandingkan dengan biaya produksi bahan bakar minyak. Saat ini, biaya produksi etanol dari selulosa diperkirakan antara USD1,15 dan USD1,43 per galon atau per 3,785 liter (DiPardo 2000). Namun, dengan meningkatnya harga minyak bumi yang cukup tinggi akhir-akhir ini diharapkan etanol dapat semakin bersaing dengan bahan bakar minyak.
            Etanol dari tebu bukan hanya bisa diperoleh dari tetes tetapi juga bisa berasal dari ampas (bagasse) dan daun. Ini sekaligus untuk menepis kritik soal etika berkaitan persaingan penggunaan sumber pangan dan energi. Pengunaan bahanbahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian sejauh ini menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahan pangan. Nah, kalau kembali ke tebu, maka hal tersebut bisa dihindari. Ampas (32% tebu) dan trash (14% tebu) merupakan senyawa lignoselulosa. Lignoselulosa dipecah menjadi selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol. Selulosa didegradasi menjadi silosa yang bisa diubah lebih lanjut menjadi silitol (silitol merupakan pemanis alternatif yang baik bagi kesehatan karena berkalori rendah dan tidak merusak gigi). Dengan cara ini, produksi etanol per ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat. Bila hanya mengandalkan tetes, produksi etanol per ha tebu kira-kira 1.200 liter. Dengan konversi ampas dan trash akan dihasilkan lebih dari 2.500 liter etanol per ha.
            Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Pembuatan Bioetanol dengan Cara Fermentasi

            Dalam proses fermentasi etanol digunakan ragi. Ragi ini dapat mengubah glukosa menjadi alkohol dan gas CO2. Ragi merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak berklorofil dan termasuk golongan eumycetes. Dari golongan ini dikenal beberapa jenis, antara lain Saccharomyces anamenesis, Schizosaccharomyces pombe dan Saccharomyces cerevisiae. Masing-masing mempunyai kemampuan memproduksi alkohol yang berbeda.
Syarat-syarat yang dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi, adalah:

1. Cepat berkembang biak.
2. Tahan terhadap alkohol tinggi.
3. Tahan terhadap suhu tinggi.
4. Mempunyai sifat yang stabil.
5. Cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentas.
            Untuk itu dalam penggunaan digunakan ragi digunakan ragi tape. Karena dalam ragi tape terdapat jenis khamir Saccharomyces cereviae, yang mempunyai pertumbuhan sempurna pada suhu + 30oC dan pH 4,8. Selain itu pada ragi tape terdapat mikroorganisme yang pada kondisi anaerob akan menghasilkan enzim amilase dan enzim amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan maltosa.
Proses pembuatan etanol tergantung bahan bakunya. Bahan yang mengandung gula biasanya tidak atau sedikit saja memerlukan pengolahan pendahuluan . Tetapi bahan-bahan yang mengandung pati atau selulosa harus dihidrolisa terlebih dahulu menjadi gula, yaitu menjadi gula yang dapat difermentasikan. Pada ampas tebu terkandung karbohidrat jenis selulosa. Maka dari itu untuk bisa memperoleh etanol dari ampas tebu terlebih dahulu selulosa harus dihidrolisa. Untuk menghidrolisa selulosa dapat dilakukan dengan cara memanaskannya dengan air. Karena air tedapat H+ yang mampu menghidrolisis selulosa, namun untuk mendapatkan hasil yang sempurna bisa ditambahkan enzim yang biasa digunakan untuk penguraian karbohidrat. Jika telah didapatkan selulosa yang terhidrolisa dari bahan yang digunakan, fermentasi dapat dilakukan dan membutuhkan waktu sekurangnya tujuh hari untuk mendapatkan etanol. Dan kondisi fermentasi harus benar-benar dalan keadaan anaerob.
Pada prisipnya reaksi dalam proses pembuatan etanol dengan fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 → C2H5OH + CO2
Monosakariada etanol gas karbon dioksida

Destilasi
Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah , dan itu perlu dinaikkan kosentersinya dengan jalan destilasi. Maksud dari proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda suhu didihnya, destilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 100oC dan etanol pada sekitar 77oC. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: Jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini dinginkan (dikondensasi), maka kosentrasi etanol dalam cairan yang terkondensasikan, maka kosentrasi etanol akan lebih tinggi.  Kadar Asam Asetat Keasaman sebagai CH3COOH adalah parameter jumlah total keasaman yang terdapat dalam bahan bakar etanol pada kosentrasi rendah (<0,05%). Keasaman tersebut bisa berasal dari kontaminasi atau penguraian (oksidasi) etanol selama penyimpanan, distribusi dan pembuatan etanol. Larutan encer asam organik yang mempunyai berat molekul rendah, seperti asam asetat, sangat korosif . Asam asetat memiliki beberapa nama antara lain asam etanoat, vinegar (mengandung minimal 4 gram asam asetat per 100 larutan), atau asam cuka. Asam asetat merupakan senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat. Rumus molekul dari asam asetat adalah C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat memiliki sifat antara lain (Perry, 1999):
1. Berat molekul 60,05.
2. Berupa cairan jernih (tidak berwarna).
3. Berbau khas.
4. Mudah larut dalam air, alkohol, dan eter.
5. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah (korosif).
6. Asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16,7°C, sedikit di bawah suhu ruang.
7. Mempunyai titik didih 118,1 oC.
8. Mempunyai titik beku 16,7 oC.
9. Spesific grafity 1,049.
            Teknologi ini pantas ada untuk dikembangkan karena krisis energi dunia pada paruh kedua tahun ini yang tergolong parah dan melanda seluruh negara di dunia telah membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya perhatian negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi. Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan fosil energi selama ini.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil, sementara pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat perhatian. Sesungguhnya potensi Indonesia untuk mengembangkan bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun biodisel.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu. Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4 milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping potensi arael existing industry seluas 420 ribu ha (areal tebu Indonesia tahun 1993/1994)
            Nilai tambah bagi proses pembuatan ini adalah pemanfaatan bioetanol sangatlah luas. Tak heran permintaannya pun sangat tinggi di antaranya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor hingga kompor ramah lingkungan. Selain itu, bioetanol juga diperlukan industri kosmetik, minuman, farmasi, dan parfum.
            Pembuatan bioetanol merupakan teknologi sederhana dengan mesin sederhana berkapasitas 20-200 liter, tebu atau singkong dapat diolah menjadi bioetanol. Selain dijadikan sebagai pengganti bahan bakar alkohol jenis etanol juga digunakan sebagai minuman yang sering dikenal dengan minuman beralkohol, tentunya etanol juga digunakan sebagai bahan kimia dilaboratorium yang banyak digunakan sebagai pelarut organik, didalam bidang klinis juga banyak digunakan (Harahap,2003). Diluar dari hal tersebut fungsi etanol dijadikan gasohol adalah:
1.Sebagai octane booster, artinya mampu menaikkan nilai oktan dengan dampak positif terhadap efisiensi bahan bakar dan menyelamatkan mesin.
2.Sebagai oxigenating agent, yakni mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakar dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara.
3.Sebagai fuel extender, yaitu menghemat bahan bakar fosil.
            Pembuatan bioetanol ini dapat dilakukan oleh semua kalangan masyarakat, karena proses pembuatan bioetanol dari kulit tebu ini tidak terlalu sulit dan alat-alat yang digunakan mudah didapatkan dan banyak tersedia serta Biaya untuk memproduksi bioetanol berbahan baku singkong berkisar Rp3.400-Rp4.000 per liter. Masyarakat dapat melakukannya sendiri dan mengolahnya sendiri. Masyarakat juga dapat langsung memproduksi dan memasarkan sendiri bioetanol ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar